AKSES INGSUN SEJATI (JUMBUHING KAWULO GUSTI)
(di sadur dari tulisan AN Ubaidy dan Qolbu.net)
Di dalam mengarungi samodra kehidupan di dunia, kita harus mengetahui potensi-potensi yg merupakan anugerah Allah ta’ala kepada manusia. Hal ini masih ada hubungannya dengan Guru Sejati yg dijelas-kan pada bab 1. Untuk mengetahui lebih jauh, baca terus buku ini:
Dalam kitab ‘Sirr al-Asrar’ yang berisi kumpulan ajaran Syaikh Abdul Qadir al-Jilani didapati keterangan bahwa pada awalnya manusia dicipta oleh Allah SWT di alam lâhût (alam dimensi ketuhanan). Manusia awal itu adalah manusia yang masih berwujud ruh (jiwa) yang sangat murni, yang disebut rûh al-quds.
Ruh al-Quds dicipta langsung oleh Allah SWT dan didalam nya terkandung disain serta program-program (rencana-rencana) Allah, juga sifat-sifat Allah, yang sifatnya sangat misterius (sirri). Maka Ruh al-Quds disebut juga Sirr (rahasia). Allah SWT adalah cahaya (QS an-Nûr 24). Ruh al-Quds yang dicipta langsung oleh Sang Cahaya pun mengandung cahaya yang sangat murni, yang memiliki tingkat radiasi sangat tinggi.
Dalam kitab itu juga dikatakan bahwa alam memiliki lapis-lapis dimensional yang berbeda:
1. Alam Lâhût, alam dimensi ketuhanan.
2. Alam Jabarût, alam ilmu, ketentuan, rencana dan takdir.
3. Alam Malakût, alam para malaikat, alam ruh, alam enerji.
4. Alam Mulki, alam fisik, alam nyata.
Ketika Rûh al-Quds akan diturunkan dari alam lâhût ke alam jabarût ia dibalut lebih dulu dengan lapisan Ruh as-Shulthâny. Sebab kalau tidak, radiasi cahaya Ruh al-Quds yang sangat murni dan teramat kuat itu akan membakar semua yang ada di alam jabarut. Ruh as-Sulthany adalah mantel (hijâb) bagi Ruh al-Quds. Ruh as-Shulthany dise-but juga dengan Fuâd.
Lalu Ruh al-Quds (Sirr) yang sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany (Fu’ad) diturunkan ke alam level-3, yaitu alam malakût. Namun alam malakut lebih materiallized daripada alam-alam sebelumnya, dan apa yang ada di dalamnya akan mu-dah terbakar oleh radiasi cahaya Ruh al-Quds meskipun sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany. Oleh sebab itu sebelum diturunkan ke alam malakut, Ruh al-Quds yang sudah dengan Ruh as-Sulthany, dibalut lagi dengan Rûh ar-Rûhâny. Ruh lapis ketiga ini disebut juga Qalbu.
Selanjutnya Ruh al-Quds (Sirr), yang sudah dibalut dengan Ruh as-Sulthany (Fuad) dan Ruh ar-Ruhaniyah (Qalbu), diturunkan lagi ke alam level-4 yaitu alam mulki. Inilah alam kosmik yang sekarang dapat kita lihat secara visual dengan mata kepala kita. Alam kosmik wujudnya sangat lahiriah dan dapat dikenali secara empirik (terukur). Namun ra-diasi cahaya Ruh al-Quds, meski sudah dibalut dengan dua lapis ruh lainnya, masih terlalu tinggi bagi alam ini. Apa yang ada di alam mulki dapat terbakar oleh radiasi cahaya Ruh al-Quds. Untuk itu, sebelum diturunkan ke alam mulki, Ruh al-Quds dibalut lagi dengan lapis ke-3 yaitu Rûh al-Jismâny yang untuk mudah-nya sering disebut dengan Rûh saja. Untuk lebih jelasnya lihatlah tabel berikut ini.
Alam |
Rûh |
(Nafs) |
Lâhût |
Rûh al-Quds |
Sirr |
Jabarût |
Rûh as-Sulthany |
Fu’ad |
Malakût |
Rûh ar-Rûhâny |
Qalbu |
Mulki |
Rûh al-Jismâny |
Rûh |
Diri (nafs) kita yang hakiki dalah diri yang berwujud ruh (jiwa). Tubuh biologis kita hanyalah cangkang atau wadah bagi diri kita yang sesungguhnya, yaitu ruh. Di dalam rûh ada qalbu, di dalam qalbu ada fuâd dan di dalam fuad ada sirr. Sirr adalah rahasia. Sirr berisi rahasia-rahasia Allah untuk orang itu berupa sifat-sifat Allah, rencana dan takdir Allah. Sirr terhubung langsung dengan Allah SWT. Dikenal pula istilah lubb yang jamaknya albâb. Surat Ali Imran ayat 190 & 191 menyebut Uli al-Albâb sebagai individu yang selalu BERDZIKIR, BERFIKIR, DAN BERIBADAH.
Apa arti lubb? Kalau kita menebang sebatang pohon, lalu kita perhatikan penampang potongannya, akan terlihat di bagian tengah dari batang pohon itu ada bagian yang berwarna kecoklatan. Itulah inti dari batang pohon tersebut. Bahasa Arab menyebutnya lubb. Qalbu adalah lubb bagi ruh. Intinya ruh adalah qalbu, intinya qalbu adalah fu’ad, dan intinya fuad adalah sirr. Sirr adalah inti dari segala inti, yang mengan-dung rahasia dari segala rahasia, sehingga disebut Sirr al-Asrar (secret of the secrets). Namun untuk tahap permulaan mempelajari tashawuf cukuplah orang memahami ruh dan intinya saja, yaitu qalbu.
Nilai-nilai spiritual Jawa mengajarkan kita agar selalu memba-ngun hubungan yang harmonis dengan Sang Gusti atau Tuhan atau biasa disebut dengan istilah JUMBUHING KAWULO GUSTI. Jumbuh itu hubungan yang baik atau harmonis. Kata “ing” di situ bisa kita pahami seperti kata “ing” dalam ba-hasa Inggris yang kerap berfungsi menjadi Gerund, seper-ti dalam kata look menjadi looking, search menjadi searching, dan sete-rusnya, atau Masdar dalam bahasa Arab.
Lalu siapa itu kawulo? Menurut nilai-nilai spiritual Jawa, kawulo itu kita semua. Semua orang adalah kawulo atau hamba. Tugas kawulo adalah menjalankan apa yang diperintahkan Gustinya. Meski manusia itu diposisikan sebagai kawulo, tapi pengertian kawulo di sini bukan kawulo yang manut asal manut secara pasrah-kalah atau pasif-lemah, seperti layaknya kawulo pada manusia.
Pengertian kawulo dalam ajaran spiritual Jawa adalah hamba yang menyadari tugas utamanya, potensi yang ada di dalam dirinya, atau peranan yang harus dijalaninya. Ini bisa kita lihat dari pesan-pesan fundamental dalam pewayangan. Secara umum, pewayangan mengajar-kan tiga hal kepada kawulo:
Pertama, kawulo perlu menyadari bahwa di dunia ini ada kebaikan dan keburukan, kejahatan dan kesalehan, kesalahan dan kebenaran, energi positif dan energi negatif, dan sete-rusnya.
Kedua, tugas kawulo adalah memilih atau tepatnya memper-juangkan yang positif, yang baik, yang saleh dan melawan yang tidak baik, yang menyimpang, atau melawan energi negatif. Kawulo punya tugas berju–ang, bukan menunggu nasib atau pasrah pada keadaan atau terlalu memberi toleransi pada keburukan.
Ketiga, memberikan bukti sejarah atau fakta-fakta realitas bahwa siapa yang memperjuangkan kebaikan, kebenaran, kema-slahatan itu akhirnya pasti mendapatkan kemenangan, meski di tengah-tengahnya sering mengalami kekalahan oleh kekuatan jahat. Kita disuruh mencontoh Pendowo atau Satria dan dila-rang mencontoh kehidupan Kurowo dan kroninya.
Jadi, kawulo di situ adalah pejuang gagasan, ide, nilai-nilai, atau prinsip sebagai bukti keharmonisan hubungan. Sedangkan untuk istilah Gusti, masyarakat Jawa tempo dulu menggunakannya untuk menyebut orang atau Dzat yang tinggi atau Yang Maha Tinggi. Karena itu, untuk menyebut Tuhan, disebutnya Gusti Allah. Sedangkan untuk pembesar ma-syarakat, seperti raja disebutnya gusti. Bahkan sampai sekarang, putra kyai di Jawa masih dipanggil gus, seperti Gus Dur, Gus Mus, dan seterus-nya, entah itu singkatan dari den bagus atau gusti (orang yang punya derajat tinggi).
Terlepas apapun pengertiannya, tapi dari sini bisa kita lihat bah-wa masyarakat Jawa tempo dulu sudah mengalami transformasi spiritual yang cukup dahsyat, sama seperti bangsa-bangsa besar lain di dunia, seperti Yunani, Mesir, dan lain-lain, yang membuat mereka punya basis yang kuat untuk berkesimpulan bahwa di jagat raya ini ada kekuatan agung yang disebutnya Gusti atau Tuhan.
Karena itu, menurut nilai-nilai spiritual Jawa, orang yang masih mempertanyakan keberadaan Tuhan di abad milinium ini dianggapnya sangat ketinggalan zaman, yang disebabkan oleh ketertinggalannya membaca ayat-ayat (tanda-tanda) alam atau dianggap sebagai orang yang spiritualnya tidak menga-lami developping.
INGSUN SEJATI SEBAGAI PROSES
Memahami seperti apa itu Ingsun Sejati memang rumit. Ini tidak hanya di nilai-nilai spiritual Jawa. Di kajian Psikologi atau HRD (Human Resource Development) sekalipun, penjelasan mengenai diri (ingsun) sejati (real/truth) itu tidak cukup dijelaskan dengan kata-kata yang ada. Cuma, baik di Jawa atau di ilmu pengetahuan modern, menjadi Ingsun Sejati itu bukan hasil, melainkan proses yang terus menerus perlu diperjuangkan oleh kawulo.
Dari perspektif spiritual, bisa disimpulkan bahwa menjadi Ingsun Sejati itu baru bisa diraih apabila kita sudah selalu menjalankan kesa–daran untuk berperan di berbagai bidang yang tujuan dan caranya adalah kebaikan, kebenaran, atau kemaslahatan, baik itu untuk diri sendiri dan orang lain, karena kita menyadari itulah perintah Gusti kepada kita dan itulah alasan kenapa Gusti itu memberikan sekian anugerah dan nikmat kepada kita.
Kalau kita lihat di kajian ilmu pengetahuan modern, sebagian besar esensi dari Ingsun Sejati itu sama, kecuali pada tujuan akhir dan pada penjelasan yang lebih konkret un-tuk cara berpikir yang dianut orang sekarang. Di kajian ilmu pengetahuan, Gusti tidak dinyatakan sebagai tujuan akhir dari proses penggalian karena (mungkin) dinilai masuk wila-yah pribadi. Esensi INGSUN SEJATI kalau merujuk pada kon-disi modern saat ini, bisa kita lihat dari beberapa indikatornya seperti berikut ini, antara lain :
1) ELING LAN WASPADA:
Eling maksudnya yakni tidak akan kehilangan persepsi obyektif dan rasional terhadap dirinya dan ingsun sejati punya pemahaman, dan punya penerimaan yang akurat terhadap dirinya. Tanda-tandanya adalah tidak minder dan tidak berle-bihan; tidak rendah diri dan tidak pula tinggi hati; tidak inferior dan tidak superior.
Eling lan waspada juga mencakup kemampuan berkesadaran terhadap munculnya berbagai emosi dan rasa yang muncul, disertai dengan kemampuan mengolah rosonya. Tanda-tandanya adalah punya kemampuan dalam menangani persoalan dengan proporsional, punya kendali diri yang pas, tidak kurang tidak lebih, tidak berlebihan menang-gapi kesenangan atau kesedihan, tetap bisa fokus pada hal-hal positif di tengah kekacauan atau kemapanan, tidak menjadi sombong dan lupa diri (dumeh).
2) UNGGAH–UNGGUH:
Punya kemampuan beretika yang tinggi di dalam menjalankan kehidupannya, mampu mengekspresikan perasaan dan keinginan, rasa karsa secara konstruktif dan efektif. Tanda-tandanya adalah mampu memikirkan dan memilih sikap dan ungkapan yang bagus dalam berkomu-nikasi atau mengkomonikasikan sesuatu kepada orang lain, mampu memi-lih tindakan dengan memikirkan konsekuensinya pada orang lain di luar dirinya atau keluarganya.
3) SUMARAH, SUMELEH DAN SUMRAMBAH:
Ketiga elemen ini jika di satukan secara umum digambarkan seperti punya kematangan dan keberlimpahan emosi, bahagia pada dirinya (contentment) atau punya kemandirian mental, kesabaran yang benar, tidak mudah tertusuk perasaannya oleh orang lain, tidak mudah merasa merana, rasional dalam menyelesaikan persoalan, tidak mudah terbuai oleh hal-hal yang menipu, serta mampu merantasi hidup yang penuh tan-tangan dan persoalan. Deskripsi ini sebenarnya masih belum cukup untuk menggambarkan ketiga elemen tersebut.
4) AKTUALISASI DIRI:
Punya tujuan yang terus direalisasikan dengan mengembangkan potensi. Tandanya antara lain: memiliki langkah hidup yang dinamis, punya kemauan belajar, berani bereksperimentasi ide-ide baru, tetap memiliki perhitungan, membutuhkan orang lain namun tidak mengandal-kan mereka. Atau dengan kata lain, orang yang belum menemukan Ingsun Sejatinya akan kurang bisa berperan sesuai dengan dirinya dan lingku-ngannya karena terhalangi oleh penilaian yang meminderkan dirinya atau penilaian yang mengoverkan dirinya sehingga menjadi sombong atau berlebihan. Itulah kenapa, menurut penulis buku Healing The Child Within, Dr. Charles L. Whitfield, M.D (1989), kalau kita ingin tahu the real self kita, lihatlah anak-anak kecil yang terbebas dari rasa minder dan over ketika bereksplorasi atau mengembangkan diri (free to grow, to develop, dst).
MENUJU URIP SEJATI
Definisi Urip (Hidup) Sejati tidak tunggal dan tidak bisa ditung-galkan juga. Kalau mau pakai yang pasti benarnya, Urip Sejati itu adanya nanti setelah kita meninggal dunia atau di negeri akhirat dimana ruang untuk memilih dan mem-perjuangkan sudah tidak dibuka. Tapi, untuk konteks hidup di dunia ini, pengertian Urip Sejati itu yang benar memang tidak pernah ada titiknya, karena dunia sendiri itu ruang untuk berpro-ses.
Jika dikembalikan pada nilai-nilai spiritual Jawa, Urip Sejati itu baru akan terwujud saat kita sudah sanggup menjalani hidup di alam Kasunyatan di dunia ini. Kasunyatan sendiri artinya the true reality yang merupakan esensi dari diri kita dan dunia ini. Seperti kita tahu, baik kita dan dunia ini mengandung realitas yang materi (beserta symbol-nya, seperti uang, pekerjaan, dst) dan realitas non-materi (beserta represent-tasinya, seperti nilai, prinsip, Tuhan, dst). Begitu kita sudah mulai belajar (berproses) untuk menjalani hidup berdasarkan realitas materi dan non-materi, maka kita sudah berada pada jalur hidup yang menuju Urip Sejati.
Kalau niat kita kerja hanya untuk mencari materi saja, itu belum Urip Sejati. Sama juga kalau kita menga-baikan materi dengan lari ke gunung. Yang SEJATI adalah materi dan non-materi dengan menempat-kan diri kita sebagai kawulo bagi Tuhan dan penguasa bagi diri sendiri atau ber-topo (tapa/meditasi).
Dari sini bisa dipahami bahwa alam Kasunyatan sendiri tak ber-tepi atau lebih tepatnya bisa disebut ruang hampa yang menawarkan kesempatan berproses tak terbatas, sesuai kemampuan dan keterbatasan kita masing-masing. Biasanya, padanan dari KASUNYATAN adalah KADONYAN, yang diambil dari kata donyo atau duniawi. Duniawi sendiri, kalau merujuk ke asal katanya dari bahasa Arab, adalah pendek, rendah, atau dekat. Orang yang hanya berkonsentrasi untuk urusan duniawi semata disebutnya orang yang berjiwa pendek, memperjuangkan sesuatu yang tidak mulia atau hanya berpikir untuk sesuatu yang nyata-nyata saja (dekat).
Nah, paham hidup duniawi ini menjadi lawan dari paham hidup keimanan (kasunyatan). Karena itu, dalam agama dikatakan bahwa syarat untuk menjadi orang yang bertakwa adalah mengimani yang tidak nyata (the invisible), seperti nilai-nilai, prinsip hidup yang sudah pasti benarnya menurut siapapun, Tuhan, dan lain-lain. BERTAKWA adalah bahasa lain dari JUMBUHING KAWULO GUSTI.
Mudah-mudahan Allah Subhaanahu Wata’aala memberikan taufiq pada kita semua untuk istiqamah dalam agama yang telah dibawa Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Semoga ada hikmah yang bisa diambil. Marilah Setiap detak-detik jantung, selalu kita isi dengan Asma Teragung diseluruh jagad semesta raya ini: “Subhanakallahumma wabihamdika Asyadu Allahilaha illa Anta Astagfiruka wa’atubuillaih”
Untuk mendapatkan proses meningkatkan potensi diri, sebaiknya Anda meneruskan membaca buku INGSUN SEJATI yang sedang saya susun agar Anda memperoleh pencerahan bagaimana Anda mengaktivasi DOA dengan melakukan senergi tiga otak dan aktivasi pikiran bawah sadar sehingga Anda merasakan terbukanya INDRA KE-ENAM sebagai indra intuisi yang diberikan oleh Allah ta’ala melalui GURU SEJATI.